SELAMAT DATANG DI BLOG ARIEF ARDILES

jika ada kritik dan saran kami persilahkan
Semoga bermanfaat

Kamis, 02 Juni 2011

Menyiasati Emosi Marah Dalam Keluarga


Menyiasati Emosi Marah Dalam Keluarga

KEHIDUPAN dalam keluarga yang terdiri atas ayah, ibu dan anak itu sangat
berpeluang untuk memancing rasa marah. Penyebabnya, bisa macam-macam. Mulai
dari yang sepele sampai yang serius. Sebenarnya marah adalah reaksi
emosional yang sangat wajar, seperti juga perasaan takut, sedih dan rasa
bersalah. Hanya biasanya kemarahan itu memunculkan dampak langsung yang
lebih merusak.

Menurut Heman Elia, seorang psikolog, menuntut agar anak tidak marah bukan
saja tidak realistis, namun juga kurang sehat. Anak yang kurang mampu
memperlihatkan rasa marah dapat menderita cacat cukup serius dalam hubungan
sosialnya kelak. Ia mungkin akan tampak seolah tidak memiliki daya tahan
atau kekuatan untuk membela diri dalam menghadapi tekanan sosial. Akibatnya,

ia mudah terpengaruh dan mudah menjadi objek manipulasi orang lain.

Dengan demikian, kita harus bersikap bijaksana dalam menyikapi kemarahan
seorang anak. Caranya yaitu dengan membantu anak untuk menyatakan kemarahan
secara wajar dan proporsional. Heman Elia, menyarankan dalam mengajar anak
mengungkapkan kemarahannya haruslah dimulai sedini mungkin. Terutama sejak
anak mulai dapat berkata-kata. Kuncinya adalah agar anak menyatakan
kemarahan dalam bentuk verbal.

Yang jelas, pada saat marah menguasai seseorang, maka akan terjadi
ketidakseimbangan pikiran manusia berupa hilangnya kemampuan untuk berpikir
sehat. Atas alasan inilah, barangkali kenapa Sayyid Mujtaba M.L.
mengungkapkan kejahatan merupakan perwujudan dari kepribadian yang tidak
seimbang. Ketika seorang individu kehilangan pengawasan atas akalnya, maka
ia juga akan kehilangan kendali atas kehendak dan dirinya sendiri. Manusia
tersebut tidak hanya lepas dari kendali akal, tetapi juga kehilangan
perannya sebagai unsur yang produktif dalam kehidupan dan pada gilirannya
berubah menjadi makhluk sosial yang berbahaya.

Ada beberapa alasan mengapa seseorang dianggap penting untuk mengendalikan
marah dalam kehidupan kesehariannya. Pertama, marah menyebabkan tercela.
Timbulnya sikap marah, biasanya akan melahirkan suatu perasaan menyesal
setelah marahnya berhenti. Dr. Mardin menguraikan, seseorang yang sedang
marah, apa pun alasannya akan menyadari ketidakberartian hal itu segera
setelah ia tenang, dan dalam kebanyakan kasus ia akan merasa harus meminta
maaf kepada mereka yang telah ia hina. Untuk itu, tepatlah apa yang
dikatakan Imam Ja'far Ash-Shadiq as, yaitu "Hindarilah amarah, karena hal
itu akan menyebabkan kamu tercela."

Kedua, marah dapat membinasakan hati. Marah itu tidak lain merupakan salah
satu penyakit hati yang kalau dibiarkan akan dapat merusak diri secara
keseluruhan. Imam Ja'far Ash-Shadiq as berkata, "Amarah membinasakan hati
dan kebijaksanaan, barangsiapa yang tidak dapat menguasainya, maka ia tidak
akan dapat mengendalikan pikirannya."

Ketiga, marah dapat mengubah fungsi organ tubuh. Berkait dengan ini, Dr.
Mann menyebutkan berdasarkan penyelidikan ilmiah mengenai pengaruh
fisiologis akibat kecemasan (baca: marah-Pen) telah mengungkapkan adanya
berbagai perubahan dalam seluruh anggota tubuh seperti hati, pembuluh darah,

perut, otak dan kelenjar-kelenjar dalam tubuh. Seluruh jalan fungsi tubuh
yang alamiah berubah pada waktu marah. Hormon adrenalin dan hormon-hormon
lainnya menyalakan bahan bakar pada saat marah muncul.

Keempat, marah akan "mempercepat" kematian. Amarah yang terjadi pada
seseorang akan memengaruhi atas kualitas kesehatannya. Menurut para ahli
kesehatan, amarah dapat menyebabkan kematian secara mendadak jika hal itu
mencapai tingkat kehebatan tertentu. Imam Ali as pernah berkata,
"Barangsiapa yang tidak dapat menahan amarahnya, maka akan mempercepat
kematian."

Berkait dengan pengendalian marah, secara umum seperti diungkap Drs. Karman
ada empat kiatnya, yaitu: Pertama, bila Anda sedang marah maka hendaklah
membaca "ta'awwudz" (memohon perlindungan) kepada Allah SWT, sebab pada
hakikatnya perasaan marah yang tidak terkendali adalah dorongan setan. Nabi
saw. bersabda, "Apabila salah seorang di antaramu marah maka katakanlah:
'Aku berlindung kepada Allah', maka marahnya akan menjadi reda". (HR Abi
Dunya).

Kedua, bila Anda sedang marah maka berusahalah untuk diam atau tidak banyak
bicara, sebagaimana sabda Nabi saw., "Apabila salah seorang di antara kamu
marah maka diamlah." (HR Ahmad).

Ketiga, bila Anda sedang marah dalam keadaan berdiri maka duduklah, bila
duduk masih marah maka berbaringlah. Hal tersebut ditegaskan oleh Nabi saw.,

"Marah itu dari setan, maka apabila salah seorang di antaramu marah dalam
keadaan berdiri duduklah, dan apabila dalam keadaan duduk maka
berbaringlah." (HR Asy-Syaikhany).

Keempat, bila upaya ta'awwudz, diam, duduk, dan berbaring tidak mampu
mengendalikan amarah Anda, maka upaya terakhir yang bisa dilakukan adalah
dengan cara berwudu atau mandi. Sebagaimana sabda Nabi saw., "Sesungguhnya
marah itu dari setan dan setan terbuat dari api. Dan api hanya bisa
dipadamkan oleh air. Oleh karena itu, apabila seorang di antaramu marah maka

berwudulah atau mandilah." (HR Ibnu Asakir, Mauquf).

Menyiasati marah

Manakala seorang anak kecil merasa kecewa tanpa Anda memarahinya dengan
kasar, menurut Dr. Victor Pashi, Anda dapat menekan amarah tersebut dengan
memandikannya menggunakan air dingin atau menyelimutinya dengan kain lembab
atau basah.

Lebih dari itu, Jaudah Muhammad Awwad, dalam Mendidik Anak Secara Islam,
mengungkapkan, pada anak, faktor pemicu kemarahan lebih berkisar pada
pembatasan gerak, beban yang terlalu berat dan di luar kemampuan anak.
Misalnya menjauhkan anak dari sesuatu yang disukainya, atau memaksa anak
untuk mengikuti tradisi atau sistem yang ditetapkan.

Oleh sebab itu, Jaudah menyarankan beberapa hal yang patut diperhatikan
dalam mengatasi kemarahan yang timbul pada anak-anak, di antaranya adalah:

1. Tidak membebani anak dengan tugas yang melebihi kemampuannya. Kalaupun
tugas itu banyak atau pekerjaan yang di luar kemampuannya itu harus
diberikan, kita harus memberikannya secara bertahap dan berupaya agar anak
menerimanya dengan senang.

2. Ciptakan ketenangan anak karena emosi yang dipancarkan anggota keluarga,
terutama ayah dan ibu, akan terpancar juga dalam jiwa anak-anak.

3. Hindarkan kekerasan dan pukulan dalam mengatasi kemarahan anak karena itu

akan membentuk anak menjadi keras dan cenderung bermusuhan.

4. Gunakan cara-cara persuasif, lembut, kasih sayang, dan pemberian hadiah.

5. Ketika anak kita dalam keadaan marah, bimbinglah tangannya menuju tempat
wudu dan ajaklah dia berwudu atau mencuci mukanya. Jika dia marah sambil
berdiri, bimbinglah agar dia mau duduk.

Sementara itu upaya pengendalian marah dalam hubungan suami-istri,
sebenarnya lebih ditekankan pada bagaimana mengendalikan ego masing-masing.
Kunci utamanya adalah berusaha dengan membangun iklim keterbukaan dan kasih
sayang di antara keduanya. Begitu pula halnya dengan anggota keluarga
lainnya, seperti dengan anak-anak.

Cara menyiasatinya, ketika salah satu pihak (terpaksa) marah, maka hendaknya

pihak lainnya harus mampu untuk mengekang keinginan membalas kemarahannya.
Sikap kita lebih baik diam. Karena diam ketika suasana marah merupakan upaya

yang efektif dalam mengendalikan marah agar keburukannya tidak menyebar ke
lingkungan sekitarnya.

Akhirnya, ketika seseorang tidak dapat berpikir sehat akibat marah, maka
sebaiknya orang tersebut tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang mungkin
akan disesalinya kemudian. Sebagai alat untuk menekan marah dan
menghindarkan akibat-akibatnya, Imam Ali as telah memerintahkan agar kia
bersabar. Wallahu'alam.***

(Arda Dinata, AMKL - pendidik dan pendiri Majelis Inspirasi Alquran &
Realitas Alam/MIQRA, Bandung).








===================================================================
        Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
===================================================================

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kami terima kritik dan saran dari anda
terimakasih