SELAMAT DATANG DI BLOG ARIEF ARDILES

jika ada kritik dan saran kami persilahkan
Semoga bermanfaat

Selasa, 31 Mei 2011

Kesombongan dan Provokasi Berlabel Freedom of Speech/Expression


Kesombongan dan Provokasi Berlabel Freedom of Speech/Expression
  
  Assalamualaiakum wr wb
 

  Beralamat di no 3 Grondal Street, gedung itu bisa dicapai dengan bus no 9 di kota Aarhus, Denmark.

  Bangunan itu adalah kantor pusat Jyllands-Posten, surat kabar dengan sirkulasi 150 ribu eksemplar.
  
  Dimana Redaktur Budaya, Flemming Rose, memutuskan menerbitkan gambar kartun Nabi Muhammad SAW, untuk memancing perdebatan mengenai multikulturalisme.
  
  Beberapa hari terakhir, akibat dari keputusan Rose 6 bulan lalu itu telah mengakibatkan kontroversi panjang (dan dalam), bahkan telah menumpahkan darah.
  
  Penuh dengan perdebatan, demonstrasi, perusakan gedung, pemboikotan produk, intervensi diplomatik dengan memanasnya hubungan Islamic world dan the West, antara religion dan secular society, antara jurnalis dan politikus,  antara role of faith dengan freedom of speech.
  Tensions that look unlikely to disappear soon. Jan Lund, redaktur luar negeri Jyllands-Posten bercerita bahwa ada diskusi kecil sebelum keputusan untuk menerbitkan kartun.
'I don't remember anyone raising any objections. The idea seemed good.  The intention was to provoke a debate about the extent to which we self-censor in our coverage of Muslim issues.'.  (the Observer, 5 Februari 06)
  
  Rose sendiri berkata bahwa pemuatan kartun itu diinspirasi oleh percakapannya dengan Komedian Denmark,  Frank Hvam, yang menurut Rose 'he did not dare make fun of the Koran'. 
  
  Juga oleh cerita penulis buku asal Denmark, Bent BlEnikow, yang ketika membuat buku tentang Nabi Muhammad SAW  tidak ada ilustrator yang mau menggambar sosok Muhammad. Ketika akhirnya ada yang bersedia,  ia meminta untuk tidak disebutkan namanya.
  Rose juga bercerita bahwa tahun lalu, ketika teatre Denmark menampilkan tiga productions yang menampilkan  kritik pada President George W Bush atau memperolok Presiden AS itu, tidak satu pun menampilkan Osama bin Laden.
 
  
  
  Akhirnya, pada 30 September Rose memutuskan untuk 'mencoba' menampilkan 12 kartun Nabi Muhammad SAW,  pada halaman 3 koran tersebut.
  
  Salah satu Kartun tersebut menampilkan Nabi Muhammad SAW, dengan memakai surban yang ternyata adalah bom.

  Kartun lain menampilkan Nabi dengan tanduk di kepala. Sementara yang lain menggambarkan beberapa pembom  bunuh diri yang datang di pintu surga disambut oleh Nabi yang berkata, 'Stop stop, we ran out of virgins!'.
  
  Kartun-kartun tersebut, offended, melecehkan Islam, tidak hanya karena berani menggambar Nabi Muhammad SAW,  sesuatu yang dilarang dalam Islam, juga karena menggambarkan Nabi sebagai a man of terror and violence.
  
  Tidak jelas apakah Jyllends-Posten mengerti signifikansi dari keputusan menerbitkan kartun tersebut.

  Namun dalam editorial hari itu, Rose menulis;
  'Among writers, artists and theatre people, there is a trend for self-censorship,'tulisnya. 'This means artists are avoiding  the major issue of our time: the meeting of secular and Muslim cultures.'
  
  Pemilihan kata oleh Rose dimana ia jelas-jelas membagi dua budaya antara secular dan muslim (as the ‘otherEthe opposite pole to European secularism), memperburuk keputusannya menerbitkan kartun tersebut.
  
  If Rose's aim was indeed to provoke debate, he succeeded.  Reaksi terhadap terbitnya kartun tersebut awalnya hanyalah beruba beberapa surat berisi kemarahan.  Namun pada pertengahan Oktober, ketika dua dari kartunis menerima ancaman pembunuhan, pemberitaan menjadi  ramai yang memicu perdebatan dan juga komentar anti-Muslim di Denmark.
  
  A minor storm was on its way to becoming much bigger.
  Bermula dengan demonstrasi 5000 muslim di Copenhagen. Satu minggu kemudian,  beberapa diplomat negara-negara Islam  melakukan protes terhadap PM Denmark , Anders Fogh Rasmussen.
  
  Namun pada 19 Oktober PM Resmussen menolak untuk bertemu dengan 11 duta besar dari negara-negara Islam  termasuk Saudi Arabia, Pakistan and Iran.
  
  Penolakan itu, dan juga penerbitan ulang kartun tersebut di Norwegia pada 10 Januari , berakibat dengan penarikan  Duta Besar Saudi Arabia dan Libya dari Copenhagen pada 26 Januari.
  
  Kemudian, di beberapa tempat terjadi pembakaran bendera Denmark. Juga aksi pemboikotan produk-produk asal Denmark  di Timur Tengah, tindakan yang disebut sebagai, "the only language the west understands".  Dan benar, tampaknya mereka menjadi understands, ketika tiba-tiba ekonomi Denmark ikut terancam.  Ketika para pengusaha . Denmark berkata bahwa mereka akan butuh waktu minimal 5 tahun untuk
recover dari aksi boikot ini.

  Prime Minister Rasmussen pun berubah sikap, ia pada 2 Februari tampil di televisi-televisi Arab menyatakan penyesalan  dan mengakui bahwa kartun tersebut telah melukai umat Islam di seluruh dunia. Carsten Juste, pemimpin redaksi Jyllands-Posten, juga menyatakan permintaan maaf. Dan mengaku bahwa surat kabar  yang ia pimpin telah 'indisputably offended many Muslims'. Namun jika keduanya mengira permohonan maaf itu akan menghentikan kontroversi tersebut, mereka salah.
  
  Roger Köppel, pemimpin redaksi surat kabar yang terbit di Berlin, Die Welt , menganggap permintaan maaf Denmark adalah suatu kesalahan. 'Instead of standing up for the right to freedom of expression, Denmark had timidly  succumbed to bullying', begitu pendapat Köppel.  He decided it was time for the rest of Europe to stake a stand.  Köppel juga berkata, 'The fact that a European country - 'one of us' - had caved in was for us the trigger to say that this is a really important story,'  'It is at the core of our culture that the most sacred things can be subjected to criticism, laughter and satire.  We also know that moral double standards sometimes guide certain reactions in the Arab world. If we start to stop using our right to the freedom of expression within our legal boundaries then
we start to develop an appeasement mentality.'
  
  
  The row now moved up a gear.  Köppel menerbitkan pada halaman pertama Die Welt's  dengan headline 'Protests against Mohammad pictures successful',  dan menampilkan pembesaran kartun yang paling provokatif yang diterbitkan Jyllands-Posten,
Kartun dimana Nabi digambarkan memakai surban beruba bom yang siap meledak.
  Tiga surat kabar lain di Jerman juga menerbitkan kartun tersebut.
  
  
  Di Paris, journalists tabloid France Soir, juga berpendapat bahwa kartun tersebut seharusnya di terbitkan.  Halaman satu France Soir di isi dengan kartun karya mereka sendiri dengan headline 'Yes we have the right to caricature God.'
  
  
  Sementara 12 kartun asal Denmark, dengan disertai komentar-komentar dari a campaigner for freedom of expression  ditampilkan dalam dua halaman dalam.
  
  Pada 1 Februari, across Europe; Italia, Spanyol, Austria dll, puluhan surat kabar--meskipun tidak satu pun surat kabar Inggris  ikut menerbitkan kartun tersebut--dan televisi termasuk semua TV besar di Prancis menampilkan kartun tersebut.
  
  Sementara BBC, menampilkan sepintas gambar surat kabar-surat kabar yang memuat kartun tersebut.  Kabar adanya re-publication of the cartoons mengakibatkan gelombang amarah baru muslim di seluruh dunia.
 
  
  
  Kini, beberapa pihak berusaha meredamkan suasana. Beberapa pemimpin redaksi yang menerbitkan kembali kartun-kartun  tersebut telah dipecat.
  
  Di Prancis, President Chirac dan  Prime Minister de Villepin berusaha menempuh jalan tengah, berbicara mengenai  the right of free speech namun juga respect for religious belief.
  
  Jack Straw, Menteri luar negeri Inggris menyatakan, "The right of freedom of speech in all societies and all cultures has to  be exercised responsibly and does not extend to an obligation to insult."
  
  Juga kementerian luar negeri Amerika Serikat.  These cartoons are indeed offensive to the belief of Muslims,' begitu kata juru bicara State Department, Kurtis Cooper.

  'We all fully recognise and respect freedom of the press and expression, but it must be coupled with press responsibility.

  Inciting religious or ethnic hatreds in this manner is not acceptable.'
  'Freedom of speech is never absolute. It entails responsibility and judgment,' kata Kofi Annan, Sekertaris Jenderal PBB.
  
  Kembali ke Denmark, journalists at Jyllands-Posten, mengakui bahwa akibat dari tindakan mereka masih  akan berlangsung lama, the storm is unlikely to die down soon.
  Apakah mereka menyesal? "We apologised for hurting the feelings of a lot of Muslims in this.  But we don't apologise for printing the cartoons."

  (Nurani Susilo, dari berbagai sumber)


Pengajian Al-Ikhlas London
Email    : al-ikhlas@yahoogroups.com
Web site : http://al-ikhlas.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kami terima kritik dan saran dari anda
terimakasih